Beranda | Artikel
Zakat Perhiasan Emas atau Perak yang Digunakan
Selasa, 18 Oktober 2022

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum, ustadz jika saya memiliki perhiasan emas berupa kalung atau gelang yang digunakan sehari-hari apakah juga dihitung zakatnya. Jazakumullah khairan.

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh,

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash shalatu was salamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi was shahbihi ajma’in. Amma ba’du,

Kita mengetahui bahwa emas dan perak terkena zakat jika sudah memenuhi nishab dan haul. Namun apakah emas dan perak yang digunakan sebagai perhiasan (al-hulliy) seperti gelang emas, kalung emas, cincin perak, dan semisalnya juga terkena zakat? Ada ikhtilaf ulama dalam masalah ini. 

Pendapat pertama, adalah pendapat yang mengatakan bahwa al-hulliy wajib dikeluarkan zakatnya.

Mereka berdalil dengan keumuman ayat:

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.” (QS. at-Taubah: 34)

Ibnu Umar, Jabir, dan Ikrimah mengatakan bahwa “kanzun” yang dimaksud ayat ini adalah harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Jika harta tersebut tidak dizakatkan maka itulah “kanzun”, dan pelakunya diancam dengan azab yang pedih.

Ayat ini menyebutkan emas dan perak secara umum, tidak hanya emas dan perak yang disimpan dan tidak dipakai. Sehingga menunjukkan bahwa emas atau perak yang digunakan pun tetap terkena zakat. Mereka juga berdalil dengan dalil-dalil umum yang lainnya.

Selain itu juga, ada beberapa dalil khusus dalam masalah ini. Di antaranya hadits Ummu Salamah radhiyallahu’anha, ia berkata:

كنتُ ألبَسُ أوْضاحًا من ذَهَبٍ، فقلتُ: يا رسولَ اللهِ، أكَنْزٌ هو؟ قال: ما بلَغَ أنْ تُؤدَّى زكاتُه، فزُكِّيَ، فليس بكَنزٍ

“Aku pernah memakai perhiasan emas, lalu aku bertanya: wahai Rasulullah apakah ini kanzun (yang disebutkan dalam al-Qur’an)? Nabi menjawab: semua yang sudah mencapai nishabnya dan sudah dikeluarkan zakatnya, maka ia bukan kanzun.” (HR. Abu Daud no.1564, dihasankan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam Takhrij Sunan Abu Daud)

Juga hadits dari Aisyah radhiyallahu’anha, ia berkata:

دخلَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ فَرأى في يديَّ فَتخاتٍ مِن ورِقٍ فقالَ ما هذا يا عائشةُ ؟ فقلتُ صَنعتُهُنَّ أتزيَّنُ لَكَ يا رسولَ اللَّهِ قالَ أتؤدِّينَ زَكاتَهُنَّ قلتُ لا أو ما شاءَ اللَّهُ قالَ هوَ حَسبُكِ منَ النَّارِ

“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah masuk rumah dan melihat di tanganku terdapat gelang dari perak. Beliau berkata: apa ini wahai Aisyah? Aku menjawab: ini gelang yang aku buat untuk berhias di depanmu wahai Rasulullah. Nabi bersabda: apakah engkau sudah keluarkan zakatnya? Aku menjawab: belum atau masyaAllah. Nabi bersabda: itu bisa membuatmu masuk neraka.” (HR. Abu Daud no.1565, ad-Daruquthni [2/105], dishahihkan al-Albani dalam Adabuz Zifaf no. 191)

Juga hadits dari Fathimah bintu Qais radhiyallahu’anha ia berkata:

أتيت النبي – صلى الله عليه وسلم – بطوق فيه سبعون مثقالاً من ذهب، فقلت: يا رسول الله خذ منه الفريضة التي جعل الله فيه، قالت: فأخذ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – مثقالاً وثلاثة أرباع مثقالٍ فوجهه

قالت: فقلت: يا رسول الله خذ منه الذي جعل الله فيه، قالت فقسم رسول الله – صلى الله عليه وسلم – على هذه الأصناف الستة، وعلى غيرهم

“Aku datang kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dengan kalung yang terdapat emas seberat 70 mitsqal. Aku berkata: wahai Rasulullah ambilah sebagian dari emas ini sebagai zakat yang Allah wajibkan. Maka Rasulullah pun mengambil 1 3/4 mitsqal dari emas tersebut, kemudian beliau letakkan di hadapannya. Lalu Rasulullah pun membagikannya kepada enam golongan penerima zakat dan kepada yang lainnya.” (HR. ad-Daruquthni, 2/105, dishahihkan al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah, 6/1185)

Dan dalil-dalil yang lainnya yang secara tegas menunjukkan bahwa perhiasan emas dan perak yang digunakan juga wajib dikeluarkan zakatnya.

Pendapat ini adalah pendapat mu’tamad madzhab Hanafi, salah satu pendapat Syafi’iyyah dan Hanabilah, dikuatkan oleh ash-Shan’ani, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dan al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta’.

Pendapat kedua, yaitu pendapat ulama yang mengatakan bahwa al-hulliy tidak wajib dikeluarkan zakatnya. 

Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dalam surat at-Taubah ayat 34 adalah nuqud (alat pembayaran). Dan juga maksudnya adalah kanzun (sesuatu yang disimpan) dan akan digunakan untuk pembayaran. Adapun perhiasan tidaklah demikian.

Selain itu, dalam hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

ليس فيما دونَ خمْسِ أواقٍ مِنَ الوَرِقِ صدقةٌ

“Perak yang di bawah 5 uqiyah, tidak ada zakatnya.” (HR. Bukhari no.1405, Muslim no.979)

Dalam hadits ini disebutkan yang terkena zakat adalah al-wariq. Dan tidaklah disebut dengan al-wariq kecuali perak tertentu yang digunakan untuk pembayaran. Sedangkan perak untuk perhiasan tidak disebut al-wariq. Ibnu Atsir mengatakan:

الوَرِق: الدراهم المضروبة

Al-wariq adalah dirham yang dicetak (untuk alat pembayaran).” (An-Nihayah fi Gharibil Atsar, 2/245)

Demikian juga riwayat dari Aisyah radhiyallahu’anha,

كانت تلي بناتِ أخيها يتامَى في حِجْرِها، لهُنَّ الحُلِيُّ، فلا تُخرِجُ منه الزَّكاةَ

“Dahulu Aisyah di rumahnya pernah mengasuh anak-anak perempuan dari saudarinya yang yatim. Di tangan mereka terdapat gelang-gelang, namun tidak dikeluarkan zakatnya.” (HR. Malik [2/351], dishahihkan al-Albani dalam Adabuz Zifaf, no.192)

Pendapat ini adalah pendapat jumhur ulama, demikian juga pendapat mu’tamad dalam madzhab Syafi’i, Hambali, dan Maliki. Juga dikuatkan oleh Syaikh Shalih al-Fauzan.

Wallahu a’lam, pendapat yang kuat adalah pendapat pertama yaitu wajibnya zakat al-hulliy. Karena argumen-argumen pendapat kedua muhtamal (memiliki kemungkinan lain). Selain itu, Syaikh al-Albani rahimahullah juga mengatakan:

وفي الحديث دلالة صريحة على أنه كان معروفاً في عهد النبي – صلى الله عليه وسلم – وجوب الزكاة على حلي النساء

“Hadits Fathimah bintu Qais di atas adalah dalil yang tegas yang menunjukkan bahwa sudah menjadi perkara yang ma’ruf di masa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tentang wajibnya zakat al-hulliy bagi wanita.” (Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, 6/1185)

Dan ini juga sikap yang lebih hati-hati bagi yang berpendapat tidak wajibnya. Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, was shalatu was salamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/40295-zakat-perhiasan-emas-atau-perak-yang-digunakan.html